Kado Terakhir (puisi dari seorang sobat)

tadi malam dia mengabarkan tanggal pernikahannya. dia berkata sudah menemukan pria tepat untuk menggantikanku. datang ya nanti, katanya.

aku, tentu saja tak bisa berkata-kata. dia memegang tanganku, erat sekali. dia tersenyum, matanya bersinar, binar yang aku suka darinya. jemarinya menyentuh pipiku. dia mencubitku.

jangan bersedih, berbahagialah untukku, katanya. aku, kembali tak bisa berkata-kata. mata kami saling berpandangan. bibirku terkatup. biar mata ini yang berbicara.

buatlah puisi untukku, katanya. puisi terakhir, sebelum malam-malamku diisi puisi-puisi suamiku, ujarnya. aku tersenyum, tetap tanpa suara. berilah aku kado puisi, katanya.

aku, bagaimana mungkin mengiyakannya. bagaimana mungkin aku membuat puisi terakhir. bagaimana mungkin aku berhenti membuat puisi tentangnya.

aku tak sanggup, kataku. dia merajuk, memalingkan wajahnya. kau tahu kenapa aku meminta puisi, katanya. karena kita tak akan bertemu lagi. tak inginkah kau memberi hadiah terakhir untukku, tuturnya. tak inginkah kau menjadi kenanganku, katanya. tak inginkah kau mengabadikan cinta kita. tak inginkah kau… dia tak melanjutkan kata-katanya.

dia berkaca-kaca, aku menangis di dalam. hening tiba-tiba menyergap. kami terdiam cukup lama. masih tak inginkah kau menulis puisi untukku, kata-katanya memecah sunyi. aku memandangnya, ingin masuk ke relung hatinya. aku akan buatkan puisi untukmu. puisi sunyi, yang hanya bisa dimengerti waktu. kau dan aku, biarlah tak pernah membaca puisi itu. dan sampaikan salamku untuk pria beruntung itu. ***


2 thoughts on “Kado Terakhir (puisi dari seorang sobat)

  1. Sudah lama tidak bertemu ya……juga ingin kado puisi lagi. Masih boleh gak meminta kado bukan yang terakhir?

  2. Ini tulisan Menix sendiri? Fiksi? Keren Nix! Nggak nyangka Menix bisa nulis kayak gini… 🙂

Leave a reply to menixnews Cancel reply